Pluralisme Agama : Apakah diperlukan?
Kata pluralisme pada dasarnya memiliki pandangan bahwa realitas itu tidaklah tunggal, akan tetapi berlapis dan jamak. Paham atau kesadaran kultural menghargai perbedaan, atau pluralisme, keberagaman dalam kesatuan (diversity in unity), sejatinya esensi dari peradaban kultur kebangsaan Indonesia yang berhasil dibangun karena semangat Bhineka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrwa, yang dijunjung tinggi warga bangsa, menghargai keragaman kultural, atau pluralisme, dalam kesatuan berbangsa, dalam semangat menghargai perbedaan, berbeda-beda tetapi tetap satu (Jati, 2010:115-126). Negara Indonesia yang terkenal dengan multikultural agama dan budaya dengan inilah muncul semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Dalam istilah modern Bhineka (kemajemukan), ini kemudian sering diterjemahkan dengan pluralisme.
Konsep tersebut telah termaktub dalam UUD 1945 dan pasal 29 ayat 2 sudah sangat jelas di tuliskan tidak ada paksaan bagi seorang dalam memeluk agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Negara menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agama oleh karena inilah Indonesia dikenal dengan negara pluralis (Abidin, 2015:69). Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan suatu pengakuan terhadap heterogenitas etnik, budaya, agama, ras, dan gender, namun menuntut adanya persatuan dalam komitmen politik membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (Hatta, 2006:1).
Konsep pluralisme agama bukanlah hal yang baru; telah dibahas dalam satu bentuk atau lain oleh para filsuf masa lalu dan teolog dari berbagai sekolah. Namun, dengan meningkatnya interaksi antara pengikut dari berbagai agama dan dialog antar-iman, pluralisme agama telah mengambil kehidupan baru dalam aliran pemikiran saat ini (Mutahhari, 2006:v).Dalam konteks pluralisme agama, komitmen kebersamaan tidak harus menghilangkan komitmen religius masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan konsep pluralisme agama yaitu pluralitas didasarkan pada perbedaan bukan persamaan (Amaliyah, 2014:319).
Tidak ada komentar